suhe arie's pages

Programmer juga manusia

Saatnya memilih

Bukan ikut2an, bukan mencari musuh, bukan juga ingin mempengaruhi teman2 yang sudah punya pilihan tetap apalagi dengan jurus “pokok-e si anu”. Saya hanya ingin sekedar berbagi pendapat pribadi, kalau sudi membaca ya monggo, kalo tidak, ya terima kasih.

Ini adalah kali pertama saya tertarik untuk mengikuti, mengamati, berkomentar, dan pastinya akan berpartisipasi dalam pemilihan presiden. Pilpres 5 tahun lalu, males. Pileg apalagi, males banget. Tertarik, karena ini mungkin pertama kalinya saya merasa ada harapan yang lebih nyata untuk Indonesia yang lebih baik pada salah satu pasangan capres-cawapres dan supaya hal itu bisa terwujud saya merasa perlu untuk ikut patungan opini apalagi setelah menonton debat perdana 9 Juni 2014.

Alasan2 berikut ini yang membuat saya menjatuhkan pilihan pada pasangan tertentu:

  1. Past tense (masa lalu) vs future tense (masa depan). Di debat perdana, ada perbedaan mendasar pada pola gaya bicara antara pasangan nomor 1 dan nomor 2. Pasangan nomor 1 hampir selalu menggunakan future tense dengan kata2 seperti “saya akan membangun ini, saya akan menjalankan itu, saya akan mengembangkan inu, saya akan melakukan iti” dsb. Sebaliknya nomer 2 hampir selalu menggunakan past tense, atau lebih tepatnya present perfect tense dengan kata2 seperti “kami sudah melakukan ini, kami sudah mengubah itu, kami sudah mengembangkan inu, kami sudah mengimplementasikan iti” dsb.
    Rencana, janji, teori, menurut saya tidak bisa dibandingkan dengan fakta, bukti, dan rekam jejak. Sebut saja lelang jabatan terbuka, rehabilitasi waduk, relokasi ke rumah susun, reformasi birokrasi, transparansi gaji, dll.
    Misalkan kita punya sebuah perusahaan, apakah kita berani untuk memberikan jabatan direktur pada orang yang hanya bermodalkan janji? Kalau saya, tentunya akan lebih percaya pada kandidat yang sudah memiliki bukti2 prestasinya di masa lalu.
    Sisi negatif: tentu saja tidak semua yang dikerjakan seseorang di masa lalu pasti berhasil dengan gemilang. Yang penting buat saya adalah usaha yang dilakukannya dan ada perbedaan yang dihasilkan, meskipun masih belum maksimal.
  2. Susah cari orang (baca: politisi, pejabat) yang tak bermasalah. Sedikit orang yang tidak pernah berbau2 korupsi, berbau2 kolusi, berbau2 pelanggaran ini dan itu, dan bau2 yang lainnya. Pasangan nomor 2 lagi2 adalah orang2 yang belum (semoga tidak akan pernah) terkait dengan kasus2, masalah2, dsb. Orang baik biasanya berkumpul dengan orang baik. Melihat orang2 di sekitar dan yang mendukung pasangan nomer 2, mereka adalah orang2 yang juga bersih, jauh dari bau2an tersebut. Orang2 di sekitar kita sedikit banyak akan punya andil dalam perilaku kita. Makin banyak orang yang kurang baik di sekitar kita, kemungkinan kita untuk jadi kurang baik juga akan makin besar.
  3. Tidak macam2, tidak muluk2, tidak rumit. Ada banyak hal yang sebenarnya sederhana, tapi kita sendiri yang membuatnya menjadi rumit dan sulit. Dari debat perdana, rencana2 dari pasangan nomer 2 adalah rencana2 yang sederhana. Politik anggaran, e-procurement, e-budgeting, dan e- e- yang lainnya. Ini adalah sistem yang sudah diimplementasikan di banyak negara maju. Seperti yang disebut di dalam debat, semua kembali pada pertanyaan “mau nggak? niat nggak? itu saja”. Sisi negatif: Mungkin ada beberapa masalah yang lebih rumit daripada yang sudah diperkirakan. Dengan banyaknya orang2 pinter di Indonesia, pasti ada solusinya, asal niat.
    Selingan: Bikin sistem informasi dalam 2 minggu itu bukan hal mustahil. Hackathon (http://en.wikipedia.org/wiki/Hackathon) bisa hasilkan aplikasi dalam hitungan jam, oleh 4-5 orang, contohnya: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10151677705652206&set=t.779797940. Kalo ada project ga ada yang berani ngambil, sini kasih ke saya 🙂
  4. Saya beda dengan kamu, kamu beda dengan dia. Tapi kita semua sama2 punya merah-putih dalam dada, ngomongnya sama2 bahasa Indonesia (meskipun saya kadang2 pake basa jawa), passportnya sama2 warna hijau. Kita semua berbeda dan pasangan nomer 2 sudah menunjukkan dan berkomitmen untuk menjaga ke-bhineka-tunggal-ika-an Indonesia. Kalau teman2 suka damai, hidup berdampingan, saling toleransi, maka pasangan nomer 2 terlihat memiliki komitmen yang sangat kuat untuk ini. Kalau ingin memaksakan kehendak & kepentingan golongan, menekan minoritas, dll, sepertinya memang tidak sejalan dengan pasangan nomer 2 ini. Kalau melihat ormas2 yang mendukung pasangan yang lain, tidak terbayang seandainya mereka diberi keleluasaan lebih besar lagi.

 

Saya paham benar dengan kalimat “kita tidak bisa membuat semua orang senang” karena saya sudah mengalaminya di hari2 saya di kantor. Apapun yang kita lakukan, pasti ada orang yang tidak puas, tidak senang, mencemooh, menganggap sebagai pencitraan, munafik, dsb. Waktu kita bekerja keras, ada yang bilang itu tidak berguna. Waktu kita bergaul dengan rakyat bawah, ada yang bilang itu palsu, pencitraan. Oya, soal ini, saya pernah nonton tv dimana ada pejabat yang tidak mau ditemui warganya, padahal warganya itu hanya ingin memberikan buah2an sebagai oleh2, sombong banget.. Jadi, mau pilih model pejabat yang mana?

Saya berandai2, misalnya ada orang2 yang sejauh ini dikenal sebagai orang yang baik seperti Anies Baswedan, Tri Rismaharini, Dahlan Iskan, Ahok, dll dan mereka ini mencalonkan diri jadi capres, saya yakin 100% pasti ada saja orang2 yang akan mencela, mencari kekurangan, bahkan menghujat mereka.

Dari sisi lain, misalnya diantara teman2 sepermainan kita waktu di sekolah tiba2 ada satu orang yang lompat kelas karena sangat pintar, kemudian dapat beasiswa, dll, dalam waktu singkat. Saya yakin sekali akan ada orang2 yang tidak senang dan bilang “dia cuman pinter cari muka, dia belum waktunya naik kelas, dia tidak ikut aturan, dia hoki doang, dll”. Jadi yah, terima aja, itu memang kenyataan kalau pasti ada orang yg berpandangan negatif.

Kembali ke pilihan saya.. Untuk saat ini, saya cuman bisa melihat bahwa pasangan yang paling minim resiko, yang paling terlihat bersih dari bau2an, yang sudah punya bukti hasil kerjanya, dan yang paling bisa diharapkan, menurut saya adalah pasangan nomer 2. Jadi, saya harap saya sudah berdiri di sisi yang benar (stand on the right side). Jika ternyata semua celaan, tuduhan, fitnah, dan prasangka buruk yang orang bilang tentang pasangan ini terbukti benar di kemudian hari, yah berarti saya sudah salah pilih. Dan kalau itu terjadi, ketertarikan saya untuk politik Indonesia di masa depan akan lebih tipis lagi.

Tugas saya (dan kita semua), berdoa untuk pemimpin, semoga kehendak yang Di Atas yang akan terjadi, dan semua untuk kebaikan seluruh rakyat Indonesia, aminn.. Lebih baik lagi, kalo kita juga bisa ikut turun tangan, ga cuman urun angan. Tonton deh, keren: http://www.youtube.com/watch?v=r0iVrQXveOM

PS: Kalo ada yang mau komen, mohon komen dengan bahasa yang baik dan pantas. Ingat, saya tidak sedang cari musuh 🙂

June 28, 2014 - Posted by | Inside my mind

7 Comments »

  1. Like your point of view
    Tp most important ya ndra u’re both using javanese english 😁😁😁
    (Atau mungkin skrg udah international english 😝)
    Dan mudah2an ini komen dng bahasa yg baik 😊

    Comment by Cynth | June 28, 2014 | Reply

    • Iya dong, aku kan emang sengaja pake bhs jawa logat english & pake english logat jawa 🙂

      Comment by suhearie | June 30, 2014 | Reply

  2. Keutuhan bangsa nomor satu, presiden nomor dua 😛

    Comment by Thomas Wiradikusuma | June 28, 2014 | Reply

    • Nyoblosnya sabtu besok, jangan pake ketiduran!

      Comment by suhearie | June 30, 2014 | Reply

  3. yaaakk…benaaaarr…stuju… 🙂
    *coba join Peduli Kebenaran

    Comment by bunda andra | June 28, 2014 | Reply

    • Mantab mba’e, salam jari-jari 🙂

      Comment by suhearie | June 30, 2014 | Reply


Leave a comment